Catatan Asesor Akreditasi hari ke 22 : Akreditasi Bermutu Untuk Pendidikan Bermutu


REFORMASI SISTEM AKREDITASI
Oleh : Supyanto

Selamat bertemu Ibu dan Bapak dalam seri kedua pembahasan tentang Akreditasi Bermutu Untuk Pendidikan Bermutu. Pada kesempatan ini kita akan membicarakan tentang Reformasi Sistem Akreditasi Sekolah. 

Pembahasan diawali dengan beberapa permasalahan di lapangan tentang implementasi sistem akreditasi sekolah yang selama ini sering muncul di antaranya: 
1. Undang-Undang  Sistem Pendidikan Nasional  mewajibkan bahwa akreditasi merupakan bagian dari sistem penjaminan mutu (quality assurance), tetapi implikasinya belum begitu jelas baik bagi sekolah maupun masyarakat sekitar. 
2.  Perkembangan status akreditasi sekolah meningkat pesat dari tahun ke tahun, tetapi lemah korelasinya dengan perkembangan kualitas pendidikan secara nasional. 
3.  Problematika manajemen akreditasi dimana akreditasi sudah berjalan 20 tahun, tetapi masih banyak tunggakan (backlog) sekolah belum pernah diakreditasi dan/atau sekolah harus diakreditasi ulang karena habis masa berlaku.  

Hal inilah yang harus dicari solusi atau pemecahannya sehingga sistem akreditasi bisa berjalan optimal sesuai dengan harapan. Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem akreditasi sekolah yang diberlakukan hingga Tahun 2019 belum mampu menggambarkan substansi mutu satuan pendidikan yang sebenarnya. Penilaian kelayakan sekolah/madrasah didasarkan pada aspek pemenuhan standar nasional pendidikan dan cenderung bersifat administratif, sehingga dari sisi pemanfaatan hasil akreditasi masih belum memuaskan. 

Badan Akreditasi Nasional Sekolah mulai tahun 2018 sudah mulai merancang perubahan sistem akreditasi, mulai dari tatanan perubahan paradigma lama ke paradigma baru, dari paradigma berbasis compliance menjadi paradigma berbasis performa. Kemudian, dengan paradigma baru tersebut telah diturunkan menjadi instrumen akreditasi baik yang berbasis compliance maupun instrumen akreditasi yang berbasis performance. 

Instrumen tersebut diberi nama Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan (IASP) Tahun 2020 disingkat IASP2020. Instrumen ini sudah digunakan pada pilot-implementasi (pilot implementation) pada akhir tahun 2020. Landasan pengembangan IASP2020 didasarkan pada landasan filosofis, sosiologis, dan kebijakan publik. 

Dalam landasan filosofis pengembangan IASP2020 dijelaskan bahwa hakikat pendidikan sejatinya bertujuan untuk mewujudkan fungsi manusia sebagai hamba dan pemimpin di muka bumi, sehingga pendidikan harus dilakukan secara sadar dan terencana. 

Dalam pendidikan, manusia secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pribadi yang unggul dan handal, serta memiliki budaya kerja keras, grit, jujur, berpikir kritis, kreatif, dan mandiri yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. 

Kajian tentang landasan sosiologi pengembangan IASP2020 meliputi tiga aspek kajian yang relevan: 
pendidikan sebagai instrumen mewujudkan cita-cita dan nilai-nilai sosial masyarakat, 
fungsi dan peranan pendidikan dalam mendorong integrasi sosial, dan 
sekolah sebagai sistem sosial yang bermakna sekolah merupakan sistem terbuka yang berinteraksi dengan lingkungan. 

Implikasi penting dari landasan sosiologis adalah bahwa sekolah harus dapat mengemban cita-cita, misi, tujuan dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang berakar dan berkembang sebagai nilai-nilai utama dalam masyarakat. Karena itu, sekolah yang baik adalah sekolah yang mengemban dan mentransformasikan nilai-nilai sosial masyarakat ke dalam visi, misi, tujuan dan strategi sekolah Sekolah yang baik juga harus mampu menginternalisasikan nilai-nilai tersebut ke dalam kurikulum dan pembelajaran. 

Adapun landasan kebijakan publik terkait pengembangan IASP2020 didasarkan pada beberapa regulasi yang relevan: 
Undang-Undang Nomor  20 tahun 2003 Pasal 60 Ayat 3: Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka; 
Peraturan Pemerintah  nomor 19 tahun 2005 Pasal 86 Ayat 3: Akreditasi sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan; dan 
Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor  13 tahun 2018 yakni tugas BAN meliputi: 
menetapkan kebijakan dan pengembangan sistem Akreditasi sesuai prinsip perbaikan mutu berkelanjutan secara nasional; 
merumuskan kriteria dan perangkat Akreditasi untuk diusulkan kepada Menteri. 

IASP2020 sebagai perangkat kebijakan publik, maka perangkat akreditasi baru harus didesain dengan memperhatikan beberapa pertimbangan sebagai berikut: 
instrumen akreditasi tetap harus memiliki karakteristik sebagai instrumen diagnostik para tingkatan sistem sekolah/madrasah untuk menggali indikator-indikator dan atribut-atribut yang memberi informasi yang jelas tentang potensi sekolah dalam menyelenggarakan proses pembelajaran yang berkualitas; 
lingkup informasi yang harus digali harus reasonable; 
instrument akreditasi harus meaningful dan discriminatory agar bisa membedakan mana sekolah yang melakukan hal-hal meaningful bagi proses pembelajaran dan mana yang belum; 
instrumen memiliki tingkat kesederhanaan maksimal berisi indikator-indikator yang dapat mengungkap informasi/attribute dengan leverage paling besar terhadap kualitas pembelajaran; 
penyederhanaan metodologi pelaksanaan akreditasi sehingga proses akreditasi dapat dilakukan secara lebih praktis, dengan waktu yang cukup pendek; dan 
mekanisme pelaksanaan reakreditasi harus lebih praktis sehingga tidak membuang-buang sumber daya secara sia-sia. 

Implementasi IASP 2020 perlu didukung oleh perubahan sistem dan tata kelola pelaksanaan akreditasi. Sehubungan dengan itu, perlu dirumuskan perubahan perubahan mendasar sebagai berikut: 
1. Perubahan mendasar dalam siklus (business model) dan manajemen akreditasi; 
2. Fokus pada audit kinerja sekolah, artinya bahwa Instrumen Akreditasi IASP2020 mengukur kinerja (performance) sekolah yang telah memenuhi persyaratan (compliance);
3.  Akreditasi sekolah merupakan bagian dari rangkaian utuh sistem penjaminan mutu sehingga perlu tindak lanjut rekomendasi berdasarkan proses akreditasi menjadi fokus utama. 

Perubahan mendasar pada siklus (business model) dapat dilakukan dengan cara: 
1. Kombinasi proses akreditasi otomatis dan akreditasi manual dengan kunjungan sekolah; 
2.  Perpanjangan status akreditasi secara otomatis melalui mekanisme Sistem Monitoring Sekolah Terakreditasi (Dashboard); 
3.  Reakreditasi (manual) hanya dilakukan atas dasar 3 (tiga) sebab atau triggers. Tiga Penyebab Reakreditasi (manual) itu antara lain : 
a. Permintaan sekolah yang meyakini sekolahnya membaik dan ingin status akreditasi lebih tinggi 
b. Laporan masyarakat yang terverifikasi adanya penurunan kinerja sekolah; dan
c. Warning dari sistem monitoring (dashboard) telah terjadi penurunan kinerja sekolah
 
Adapun Instrumen Akreditasi IASP2020 memuat perihal: 
1. Assessment/audit terhadap indikator pada tataran kinerja dan/atau proxy kinerja
2. Proses akreditasi menghasilkan: 
a.  nilai/status akreditasi; dan 
b.  rekomendasi 
3. Rekomendasi rinci, teknis, tajam dan pada tataran operasional dengan pijakan jelas 
4. Akreditasi sebagai bagian dari mekanisme evaluasi kondisi sekolah untuk dasar perencanaan perbaikan 

Sedangkan Sistem Monitoring Sekolah Terakreditasi (Dashboard) IASP2020 memuat tentang: 
1. Monitoring perkembangan sekolah setelah terakreditasi secara terus menerus 
2. Menampilkan berbagai indikator kinerja (score cards) setiap tahun

3. Indikator kinerja yang ditampilkan merupakan indikator komposit dikembangkan atas dasar data-data Dapodik, AKM dan Survai Karakter 
4. Status Akreditasi berlaku selama lima tahun dan diperpanjang secara otomatis sepanjang sekolah mampu menjaga kinerja sebagaimana ditunjukkan oleh Sistem Monitoring Sekolah Terakreditasi (Dashboard) 

Dengan menggunakan sistem IASP 2020, maka berimplikasi terhadap implementasi akreditasi sekolah sebagai berikut:
1.  Sistem Akreditasi 2020 memiliki prinsip-prinsip dan business process yang baru  karena itu perlu membangun persepsi diantara pelaku dan pemangku kepentingan;
2.  Perlu memperkuat kontribusi pada penjaminan mutu dan peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan sehungga perlu cara kerja berbeda para asesor: analytical, professional judgement, rekomendasi yang teknis dan specific;
3.  Membutuhkan assessor dengan kapasitas lebih tinggi dengan kemauan belajar terus menerus  Karena itu diperlukan pengembangan kapasitas berkelanjutan. 

Demikinalah pembahasan singkat tentang pentingnya reformasi sistem akreditasi sekolah. Semoga saja menjadi tambahan wawasan dan pengetahuan bagi kita semua.  Selamat bertemu pada pertemuan selanjutnya dengan pembahasan yang lebih teknis. 

“Akreditasi Bermutu Untuk Pendidikan Bermutu”

Bekasi, 22 Februari 2021
Salam Blogger

Supyanto

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latihan Praktik Coaching

Praktik Coaching

Pembentukan Komunitas Praktisi untuk Melakukan Praktik Coaching (2)